Home » » Sahabat dua Zaman

Sahabat dua Zaman

Written By FUM Makassar on Sep 7, 2012 | 7.9.12


Puluhan abad lamanya filsafat, sastra, pengetahuan, dan para peneliti memberi tahu bahwa satu-satunya alasan kita menjalin hubungan dengan orang lain justru adalah demi kepentingan pribadi. Dalam ilmu politik lebih lagi, persahabatan adalah soal kepentingan. Mereka mengakui bahwa menyendiri adalah penderitaan, namun arti persahabatan mereka juga tak kalah buruknya.

Falsafah evolusi Darwin yang entah mengapa sampai sekarang  masih saja diajarkan di bangku sekolah semakin  menambah pemahaman tak ramah tentang arti hubungan antar manusia ini. Siapa kuat dia bertahan, “survival of the fittest”, Darwin mengajarkan bahwa Hubungan sejati adalah persaingan habis-habisan.
Untunglah seorang peneliti antropologi sedikit memperbaiki kesalahan ilmu pengetahuan tentang konsep ‘sahabat’. Adalah joseph Henrich dan sahabatnya Robert Boy. Mereka mempelajari dengan seksama penyaluran perilaku social dan budaya antara sesama manusia. Kesimpulan mereka menarik: bahwa upaya kerjasama bukanlah hasil dari rasa kedirian . ia adalah buah dari upaya turun  temurun menjamin kelangsungan makhluk bernama manusia. Bukan secara pribadi, melainkan berjamaah.
Joseph Hendrich memberi catatan pada penelitiannya, bahwa kemampuan pribadi untuk  memberi pemaknaan pada hidupnya, akan pula menguatkan pemaknaan  mereka pada hubungan yang pada akhirnnya membuat kerja sama menjadi suatu kekuatan yang cantik, manis dan suci.
Nah….ukhtifillah, selama ini apa pemaknaan kita terhadap kebersamaan dalam ukhuwah islamiyah kita?

Madinah, hari penuh cahaya
“saya adalah Abud Darda’,  dan ini adalah saudara saya Salaman Al Farisi. Allah telah memuliakannya dengan islam dan dia memuliakan islam dengan amal dan jihadnya. Dia memiliki kedudukan yang utama disisi Rosulullah shallallahu’alaihi wasallam, hingga belau menyebutnya sebagai ahlul baitnya. Saya datang mewakili saudara saya ini untuk melamar putri anda untuk dipersuntingnya.”, runtut Abud darda’ menjelaskan.
“Adalah sebuah kehormatan bagi kami”, ucap tuan rumah, “menerima anda berdua, shahabat Rosulullah yang mulia. Dan juga sebuah kehormatan jika keluarga ini bermantukan seorang shahabat Rosulullah yang utama. Akan tetapi hak jawab sepenuhnya saya serahkan kepada putri saya.” Tuan rumah memberi  isyarat kearah hijab yang dibelakangnya sang putri menanti dengan segala debar hati.
“maafkan atas keterusterangan ini”, kata suara lembut itu. Ternyata sang Ibu yang bicara mewakili putrinya. “tetapi karena anda berdua yang datang, maka dengan mengharap ridho Allah saya menjawab bahwa putri saya menolak pinangan Salman, namun jika Abud Darda memiliki urusan yang sama, maka putri  kami telah menyiapkan jawaban mengiyakan.”
Sebuah keterusterangan yang ironis, menyakitkan, demikian jika kita diizinkan untuk menafsirkan apa yang terjadi di madinah siang itu. Tapi, lihatlah ukhtiy, seperti apa Salman bersikap, maka keironisan itu menjadi keindahan sebuah persaudaraan. “ Allahu Akbar…” pekik Salman Di tengah keterpakuan Abud darda’. “semua mahar dan nafkah yang telah ku persiapkan ini akan ku serahkan kepada Abud Darda’, dan aku akan menjadi saksi  perikahan kalian!”
Cinta dan persaudaraan bergejolak berebut tempat dalam hati, perasaan ingin memiliki, kontras dengan pemahaman bahwa ia belum punya hak atas orang yang ia cintai. Maka Salman dengan sebuah keagungan memilih jalan yang indah, tidak ada dendam, tidak ada ekspresi kecewa.

Zaman millennium, dalam ruang waktu.
kasi alasan mengapa kita mesti nerima kamu sebagai sahabat?” tantang gadis metropolis itu.
Emang kamu punya apa?” kali ini pemilik senyum meremehkan ikut menyahut.

Klik….

“aku nggak nyangka,” ujarnya berurai air mata, “apa sih yang kurang? aku udah berusaha mencintai dia sepenuhnya, tapi dia tetap aja khianatin aku….”
nggak ada yang kurang dari kamu, ingat …..cowok di dunia ini banyak, ngapain sih nangisin orang kek dia?, ngabisin energi aja tau.” Ucapnya memeluk sang sahabat.
Klik….

“lo tenang aja Yud, kita bakalan bantu elo baikan sama cewek pujaan lo itu..hahaha,”  

Ya Allah…ini arti sahabat zaman sekarang. Persahabatan yang kering, karena materi adalah pondasinya. Media massa menyebarkan gaya persahabatan se-iya se-kata, tidak boleh beda. Menjadi follower, apapun pilihan sahabat kita maka tidak ada jalan selain mendukungnya, itu adalah tanda kesetiaan.  Akibatnya tumbuhlah benih-benih perpecahan, pengelompokan berdasarkan status social, kecerdasan, kesenangan,dan  style yang pada akhirnya ukhuwah islamiyah lenyap  bagai pasir tersapu angin  gurun.

Aku mencintaimu karena Allah…
Dikisahkan oleh Rosulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam riwayat Muslim dari Abu Hurairah, “suatu hari seseorang melakukan perjalanan untuk mengunjungi saudaranya yang tinggal di suatu negeri. Maka Allah mengutus seorang malaikat untuk mencegatnya di suatu tempat di tengah-tengah perjalanan. Ketika orang tersebut sampai, malaikat tersebut bertanya, “hendak kemanakah engkau wahai hamba Allah?”
“aku hendak mengunjungi saudaraku yang tinggal di negeri ini,” jawab orang itu.
“apakah engkau punya kepentingan duniawi yang diharapkan darinya?”
“tidak,” tukasnya, “kecuali sebab aku mencintainya karena Allah.”
“sesungguhnya aku adalah utusan Allah,” ujar sang malaikat, “yang dikirim Allah untuk menyampaikan kepadamu bahwa Ia telah mencintaimu seperti cintamu pada saudaramu itu.”
“…dan Allah yang mempersatukan hati para hamba beriman. Jikapun kau nafkahkan perbendaharan bumi seluruhnya untuk mengikat hati mereka, takkan bisa kau himpun hati mereka. Tetapi Allahlah yang telah menyatupadukan mereka…” (Q.s. Al-Anfaal:63)
Di bawah naungan ilahi, kita adalah saudara yang di persatukan karena iman. Hingga pandangan mata, sentuhan tangan, pembicaraan, gerak tubuh, dan getar hati menjadi sebuah simfoni. Saling pengertian, saling menyayangi, saling setia, sumber inspirasi, luasnya jiwa, dan sikap lapang dada. Itulah yang terjadi pada Muhammad Rosulullah dan orang-orang yang bersamanya. Lalu kita menyaksikan sebuah keajaiban, bahwa sakitnya adalah sakit kita. Lukanya adalah luka kita. Di bawah rindangny pohon islam kita adalah ranting-ranting yang menjulurkan buah terbaik. Semoga kebersamaan membawa kita menuju syurga. Aminn**
Share this article :

+ komentar + 4 komentar

Anonymous
Tuesday, October 16, 2012 8:49:00 PM

wah menginspirasi sekali :)

Tuesday, October 16, 2012 10:19:00 PM

semoga berkah ukhty....
sering2 berkunjung yaaa..hehe

Wednesday, October 17, 2012 4:19:00 PM

Bismillah,,,

MasyaaAllah,, tulisan yg membelajarkan,,,
semuanya harus karena Allah;)

Thursday, October 18, 2012 10:10:00 AM

A: uhibbukifillah...
B: ahabbkalladzi ahbabtaniy lahu... ^_^

Post a Comment

Jangan pergi begitu saja. Setidaknya, silakan berkomentar dulu ya!
Syukran wa Jazakumullahu Khair.

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Forum Ukhuwah Muslimah Makassar - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger